Selasa, 20 Agustus 2013

Masak Tak Kunjung Matang



Mungkin judul  ini terinspirasi dari salah satu tempat wisata di Madura, wisata alam yang terkenal akan apinya. Ya..”Api Tak Kunjung Padam”. Tapi tulisan ini tidak akan membahas tentang keunikan tempat wisata itu, tulisan ini akan bercerita tentang keluguan seorang bocah kecil yang belum tahu cara memasak. Anggap saja namanya Bintang...
Sore itu di tengah hiruk pikuknya orang-orang yang tengah menyiapkan dagangan ta’jilnya (maklum lagi bulan puasa), Bintang kecil ikut kakaknya belanja di agro lestari (red: toko sayuran). Bukan bintang namanya kalo dia gak penasaran, akhirnya rasa penasarannya dibayar dengan membeli sekantong sekoteng (pacar cina) yang katanya dia mau masak dicampur gula dan santan. Kakaknya hanya ngangguk-ngangguk aja bertanda memasrahkan.

Sampe di rumah, kira-kira jam 16.30 WIB (berarti satu setengah jam menuju buka). Bintang kecil langsung membongkar hasil belanjaannya berharap mendapatkan sekoteng yang ia beli. Di benaknya, ia membayangkan nikmatnya sekoteng santan dingin berwarna merah muda (maklum itu warna favoritnya) ‘hmm..yummy...’, senandungnya dalam hati.
Tanpa berpikir panjang, ia mencuci sekoteng dan langsung merebusnya. 10 menit, 20 menit, sampai 40 menit sekoteng pun tak kunjung melunak... (Haha). Bintang kecil pun kebingungan, ia khawatir dan takut kalau sekotengnya akan berakhir dengan kegagalan yang tragis. Segala cara ia coba, mulai dari mencuci dan merebusnya kembali hingga merendamnya di air dingin. Namun apa daya tangan tak sampai, hasilnya tetap saja seperti itu. Tidak sempurna.
Bintang kecil tetap berpikir keras, mengulang kembali urutan pengolahan sekoteng yang ia lakukan. Tahap 1, tahap 2...hingga tahap terakhir. Akhirnya, ia sadar bahwa ia belum melakukan tahap 0, yaitu membaca instruksi pengolahan yang tertulis di belakang bungkus sekoteng. Di belakang bungkus itu tertera instruksi pembuatannya.

“ Cara membuat : Rendam sekoteng dalam air dingin selama 30 menit, dan seduh sekoteng dengan air mendidih selama 5 menit”.

Nasi telah menjadi bubur, ia tetap meneruskan merebus sekoteng yang tak kunjung melunak itu hingga adzan maghrib pun berkumandang. ia tetap berusaha untuk menghindari kegagalan yang hampir menghampirinya. Akhirnya, sekoteng merah muda itu pun jadi dengan segala kenikmatannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar